Text
Islam dan Hegemoni sosial
Barangkali ada yang salah pada diri kita dalam menghayati dan memposisikan relasi manusia dan agama. Agama hadir untuk membantu mengembangkan kepriba- dian seseorang dan masyarakat, bukan untuk melakukan hegemoni dan memenjarakan martabat dan potensi kemanusiaan kita. Dengan kata lain, agama hadir untuk memperjuangkan martabat manusia, dan bukan martabat manusia dikorbankan untuk institusi agama. Namun, kadangkala yang terjadi adalah sebaliknya. seseorang rela mati untuk membela partai [agama] dan pemimpinnya, padahal agenda partai dan pemimpinnya bisa jadi semata mengejar kekuasaan, bukan sebuah program pembebasan masyarakat dari jeratan kemiskinan dan kebodohan.
Sejarah menunjukkan, banyak politisi yang sadar betul bagai mana memperdayakan emosi keagamaan untuk “struggle forpowef. Di sinilah letak salah satu kekuatan simbol keagamaan yang amat dahsyat sehingga kualitas individu ditelan oleh emosi solidaritas kelompok, membuat nalar kritis bisa macet. Dalam posisi yang demikian, Islam hendaknya diposisikan untuk merespons dan memberi akomodasi normatif terhadap ragam budaya yang dijumpainya. Islam perlu melakukan kompromi, akulturasi, dan reaktualisasi ajarannya sesuai dengan konteks sosial yang dihadapi.
Dalam konteks itulah, kehadiran buku ini menjadi sangat bermakna, tidak saja bagi kalangan intelektual Muslim tapi juga kalangan umum yang haus dengan ilmu pengetahuan. Sebab, kajian- kajian dengan pendekatan empirik seperti dikembangkan dalam buku ini, tidak hanya terbatas pada kajian sosiologi dan antropologi agama saja, namun diperkaya dengan referensi yang didasarkan pada hasil penelitian lapangan (studi kasus) yang jarang dilakukan oleh sarjana- sarjana muslim di Negeri ini.
Tidak tersedia versi lain